Lulus eTahfidz, Salman Siap Jajaki Dunia Bisnis Syariah
SUKABUMI, JAWA BARAT — Bagi Muhammad Salman Alfaizi, Pesantren Tahfidz Green Lido (PTGL) adalah tempat yang sangat nyaman untuk menghafal Al-Qur’an. Udaranya yang sejuk, suasana yang hening, hingga hijauan pohon-pohon rindang yang mengelilingi kawasan ini menambah kekhidmatan dalam memasukkan setiap kalam Allah ke dalam hati Salman.
Pria asal Depok itu baru saja diwisuda dari eTahfidz pada Kamis (27/06/2024). Ia berhasil menuntaskan hafalan 30 juz secara lancar, bahkan berulang-ulang. Hafalannya selalu terlafal pada setiap langkahnya menjalankan kegiatan.
Masuk sebagai lulusan keempat eTahfidz, Salman bersama 10 teman seangkatannya menjadi yang pertama lulus di PTGL. Ya, belum ada setahun mereka menempati pesantren berbasis wakaf ini. Sebelumnya, 11 siswa itu tinggal di asrama SMART Ekselensia Indonesia di Parung, Bogor. Hal yang menjadi kebanggaan lainnya, angkatan ini juga yang berhasil mempertahankan jumlah teman satu angkatan sejak pertama masuk tahun ajaran, hingga lulus sebagai wisudawan.
Sejenak bernostalgia, Salman dulu mendapatkan info tentang eTahfidz dari kakak kelasnya yang bersekolah di SMART EI. Ia pun mengakui, dirinya masuk eTahfidz atas dasar keinginannya sendiri. Saat itu, ia sudah memiliki modal hafalan sebanyak 13 juz. Ke eTahfidz, tujuannya adalah untuk menuntaskan hafalan 30 juz.
“Menghafal kerena untuk diri sendiri. Itu sudah dari MI (Madrasah Ibtidaiyah). Lulus dari situ, saya sudah niat sendiri untuk masuk pondok dan menghafal Al-Qur’an. Dari MI sudah mulai menghafal juz ‘amma (juz ke-30). Dari TK (Taman Kanak-kanak) juga sudah dikasih asupan mendengarkan murottal. Alhamdulilah, ibu dan ayah sangat mendorong untuk menghafal Al-Qur’an,” ungkap anak kedua dari tiga bersaudara itu.
Dorongan oleh orang tuanya itu membuatnya lulus MI dengan hafal 37 surat di juz ‘amma. Selanjutnya, ia kemudian melanjutkan hafalannya di salah satu pesantren di Cibinong. Di situ ia berhasil menambah hafalan sebanyak 12 juz. Tak puas di situ, ia bertekad menuntaskan 30 juz di eTahfidz.
Kenangan-kenangan selama 3 tahun di eTahfidz masih terus terbayang di matanya. Ini akan menjadi kebiasaan sehari-harinya di mana pun berada. Selama di eTahfidz, ia memulai hari dengan bangun sebelum subuh untuk salat tahajud, zikir bersama, halaqah pertama, sarapan, halaqah kedua, menyimak mata pelajaran agama hingga pelajaran umum atau materi pengembangan kemampuan diri.
Salah satu materi pengembangan diri yang ia sukai adalah tentang cara mengelola sebuah usaha, atau yang familiar dengan istilah manajemen bisnis. Ketertarikannya ini dapat terus berkembang dengan adanya perpustakaan yang memuat buku-buku tentang itu. Ini lah yang kemudian melatarbelakanginya kini masuk dan diterima di STEI SEBI pada jurusan Ekonomi Syariah.
Menurutnya, berkuliah dengan beasiswa di STEI SEBI ini juga merupakan harapan sang orang tua, selain tetap memprioritaskan hafalan Al-Qur’an sebagai kewajiban utama di sekolah ini.
“Untuk hafalan, kami ditargetkan hafal setiap hari minimal satu halaman,” sebutnya.
Setelah asar adalah waktu bebas. Waktu ini bisa dimanfaatkan oleh setiap santri untuk melakukan aktivitas pribadi atau menyalurkan hobi. Beberapa di antaranya ada yang bermain bola, berkebun, membaca, menulis, hingga menggambar. Salman pun kerap memilih waktu ini untuk banyak mendapat wawasan di perpustakaan.
Di luar rutinitasnya itu, Salman tak pernah lupa untuk tetap terhubung dengan orang tua dengan berkomunikasi melalui ustaznya setiap seminggu sekali.
Keberhasilan atas kelulusan Salman hingga lolosnya dia masuk di perguruan tinggi tak lepas dari doa dan dukungan para orang tua asuh. Melalui program Orang Tua Asuh, Salman merasa memiliki tugas dan amanah untuk terus mengembangkan diri. Ini juga yang menjadi penyemangatnya untuk maju hingga kelak mampu mengubah nasib keluarganya dan mengharumkan nama orang tuanya. (Dompet Dhuafa)
Teks dan foto: Riza Muthohar
Penyunting: Dhika Prabowo