Kesaksian Perawat RS Indonesia di Gaza: Layanan Medis Lumpuh, Kami Harus Terus Berlari dan Berlari
KAIRO, MESIR — Derung Tank Merkava, bombardir mortir, dan rentetan desing peluru di Gaza, Palestina telah berlangsung selama lebih dari 60 hari. Korban terus berjatuhan, tanpa kenal waktu, usia, jenis kelamin, dan profesi. Layanan medis pun dihancurkan, tak terkecuali RS Indonesia di Gaza.
Mengutip Al Jazeera, Kementerian Kesehatan Palestina dan Palestine Red Crescent Society (PRCS) merilis catatan kejadian yang menerangkan bahwa setidaknya sudah ada lebih dari 16.248 jiwa yang tewas. Termasuk 7.112 anak-anak dan 4.885 wanita, per 6 Desember 2023. Dilaporkan juga sekitar 7.600 warga hilang di Gaza.
Sementara di Tepi Barat, tercatat ada 262 orang tewas, termasuk 63 anak-anak dan lebih dari 3.365 dilaporkan luka-luka. Sejak perang besar antara Israel dan Palestina yang berlangsung per 7 Oktober 2023, setidaknya sudah ada 63 nyawa jurnalis yang direnggut paksa.
Banyak kisah sedih dan pilu dalam peperangan. Hilangnya hak hidup menjadi sesuatu yang tidak ada harganya. Memasuki hari ke-15 penugasan Tim Kemanusiaan Dompet Dhuafa di Kairo, Mesir, kami berkesempatan menjumpai para pasien yang berhasil diselamatkan dari Gaza di RS Palestina-Mesir. Salah satunya adalah Hakim Majidi, seorang perawat RS Indonesia di Gaza.
Baca juga: Dompet Dhuafa-IHA Gulirkan Bantuan untuk Penyintas Palestina di Banyak Rumah Sakit di Kairo
Hakim Majidi bertutur kepada Dompet Dhuafa bahwa hingga 3 Desember 2023, ada lebih dari 3.000 pasien yang berada di RS Indonesia, Gaza. Bahkan mereka harus buat tenda-tenda darurat di luar RS Indonesia. Hingga akhirnya RS pun dibom dan dihancurkan. Semua yang terluka tidak diperbolehkan keluar.
“Ini pun saya dengan susah payah yang luar biasa. Sampai akhirnya bisa keluar dengan izin yang sangat sulit. Sekarang di Gaza tidak ada tempat yang aman, bahkan hanya untuk sekedar duduk melepas penat dan lelah. Kami harus terus berlari dan berlari untuk menghindari kejaran peluru-peluru dan bom mortir atau bahkan rudal yang terus diluncurkan pihak Israel baik dari darat maupun udara. Mereka sangat biadab, tidak ada peri kemanusiaan sama sekali, menangkapi anak-anak dan menjadikan orang-orang sipil sebagai sasaran tembak,” jelasnya pada Minggu (3/12/2023).
Hakim berhasil melewati perbatasan Gaza di Rafah hingga akhirnya bisa mencapai Kairo. Ia membawa seorang pasien yang terluka parah. Seorang wanita yang terkena pecahan mortir di kakinya. Tembakan laras panjang di pinggang dan runtuhan puing di jarinya. Hakim berupaya menyelematkan wanita tersebut untuk mencari rumah sakit yang bisa membantu merawatnya dengan fasilitas pemasangan gip pada kakinya.
Ia melanjutkan, korban ini awalnya dirawat di RS Indonesia, Gaza. Kemudian ia dirujuk ke RS Eropa. Semua RS tidak memungkinkan perawatannya dan akhirnya dengan perjuangan berat, ia dibawa keluar Gaza dan sampai ke sini.
Semua RS di Gaza sudah sangat tidak memungkinkan untuk menerima korban perang atau pasien. Bahkan, hanya untuk pengobatan ringan pun tidak bisa. Seluruh RS di sana lumpuh total akibat serangan brutal tentara Israel dari berbagai arah. Israel telah mengabaikan hukum humaniter internasional di mana rumah sakit harusnya menjadi tempat yang paling aman.
Duka mendalam yang dialami Hakim dan pasien wanita tersebut pastinya juga dirasakan oleh banyak masyarakat Palestina, baik di Gaza maupun di Tepi Barat. Kita berharap agar gencatan senjata permanen bisa segera tercapai dan kehidupan rakyat Palestina bisa segera dipulihkan. Free Palestine! (Dompet Dhuafa/DMulyadi)