Patungan Ambulans Laut untuk Warga Pulau Messah
Dompet Dhuafa
Siapa tak kenal Labuan Bajo, sepetak surga dunia yang tersembunyi di timur Indonesia. Labuan Bajo merupakan pintu gerbang menuju Taman Nasional Komodo yang punya banyak pesona. Mulai dari hamparan laut biru yang membentang, pantai pasir merah muda yang merona, hingga rumah bagi spesies kadal terbesar di dunia. Tak heran, pemerintah menjadikan Labuan Bajo sebagai satu dari lima destinasi wisata super prioritas.
Namun tahukah sahabat, tak jauh dari Labuan Bajo terselip denyut kehidupan yang berdegup kencang di Messah, pulau kecil nan padat penduduk di kepulaun Komodo yang berjarak 16,2 kilometer dari Labuan Bajo.
Berbeda dengan Labuan Bajo yang 'megah', Messah merupakan pulau kecil dengan luas wilayah 9 (sembilan) kilometer yang saat ini dihuni oleh 2.174 penduduk atau sekitar 600 kepala keluarga. Selain kecil dan padat, penduduk Messah juga akrab dengan keterbatasan, mulai dari keterbatasan sumber listrik, air bersih, hingga akses kesehatan.
Adalah Muhammad Al Ashar, bayi kecil mungil yang menjadi saksi bisu sulitnya akses kesehatan di Messah. Ia lahir 2 (dua) bulan lalu sekitar pukul 10 malam di atas kapal berukuran 8 x 1,2 meter. Di mana? di tengah lautan luas gelap gulita, bergelombang, berangin kencang, dan hanya bermodalkan pecahayaan telpon genggam seorang Bidan.
"Waktu itu sejak sore perut saya sakit sekali. Menjelang malam sakitnya semakin kencang dan diminta segera berangkat ke Labuan Bajo oleh bu bidan karena hawatir ada masalah yang serius, alhamdulillah ada perahu yang bisa kami pinjam dari tetangga", ujar Roswindah ibunda Ashar
Ashar merupakan putra kedua dari pasangan Roswindah (31) dan Herman (36) yang lahir secara prematur (7 bulan) di tengah perjalanan menuju rumah sakit di Labuan Bajo. Bersyukur di hari kelahirannya, masih ada tetangga baik yang meminjamkan perahu sehingga ia bisa lahir ke dunia dengan sehat dan selamat meski dengan berat badan baru 2 (dua) kilogram.
Syahmuddin, penanggung Jawab PUSTU (Puskesmas Pembantu) di Pulau Messah menyebutkan banyak sekali kondisi darurat seperti melahirkan dan penyakit keras lain yang terjadi di tengah malam, sedangkan hampir semua perahu warga pasti digunakan untuk mencari ikan di malam hari. Di sisi lain, meminta bantuan Polisi Perairan dan Udara (Polairud) membutuhkan waktu yang cukup lama karena harus ada koordinasi dan butuh waktu sekitar 1 jam dari Labuan Bajo ke Messah untuk menjemput pasien.
“Pelayanan kesehatan di pulau ini beberapa kendalanya kadang tidak ada kapal atau perahu, cuaca buruk, hingga air kering atau surut. Bahkan jika malam, koordinasi mencari perahu sebagai transportasi terhambat karena warga mungkin sudah tidur atau sulit cari solar (bahan bakar perahu). Dulu pernah ada yang meninggal dunia karena terlambat penanganan dibawa ke Labuan Bajo karena itu” aku Syahmuddin.
Sahabat, inilah sisi lain di balik megahnya destinasi wisata super prioritas yang jadi salah satu uggulan pendapatan negara. Ada bayi yang terpaksa lahir di atas perahu tengah malam di lautan luas, ada yang tak terselamatkan karena sulit mendapatkan kapal menuju rumah sakit di pusat kota.
Karena satu nyawa terlalu berharga jika harus hilang sebab sulitnya akses kesehatan.
Mari hadirkan Ambulans Laut untuk warga Pulau Messah dengan klik DONASI SEKARANG